JATIMTIMES - Desa Ngadireso, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, pada Selasa (30/9/2025) menjadi titik perjumpaan antara warga, akademisi, dan pemerintah.
Tim pengabdian program Qoryah Thayyibah dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang datang bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), membuka ruang diskusi soal bagaimana desa bisa benar-benar ramah bagi perempuan sekaligus peduli terhadap anak-anaknya.
Baca Juga : Komunitas Simba Kota Batu: Ruang Kreatif Film, Karyanya Tembus Festival Nasional dan Internasional
Salah satu anggota tim pengabdian, Faridatun Nikmah, M.Pd., menyapa peserta dengan sebuah pengingat tentang peran perempuan yang kerap terabaikan.
“Perempuan kerap menjadi sosok paling kuat di rumah ya, Ibu-ibu. Pekerjaannya lebih berat daripada para pekerja formal karena tidak berbatas waktu. Oleh karena itu, kami ingin berbagi wawasan dan juga menggali informasi tentang keseharian Ibu-ibu terkait partisipasi suami, keluarga, dalam kerja rumah tangga dan perlindungan anak,” ucap wanita yang akrab miss Farida ini.
Farida tidak datang sendiri. Ia melaksanakan kegiatan bersama beberapa anggota lainnya, yakni Rizka Amaliah, M.Pd., Ulil Fauziyah, M.HI., Rania, dan Belawathona. Mereka membagikan Google Form berisi pertanyaan sederhana seputar aktivitas sehari-hari, peran keluarga, dan dukungan desa terhadap perempuan serta anak. Dari jawaban warga, tim berharap mendapat potret nyata tentang kehidupan sehari-hari di Ngadireso.

Diskusi mengalir semakin dalam ketika Banun Arlika Poernomo, S.S., dari DP3A Kabupaten Malang, angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa membangun desa ramah perempuan dan peduli anak tidak bisa hanya sebatas jargon, melainkan perlu diukur dengan indikator nyata. Ia mencontohkan perlunya forum anak yang resmi dibentuk, kelompok perempuan yang aktif, hingga aturan desa yang melindungi warganya.
“Indikatornya bisa dilihat dari adanya forum anak, kelompok perempuan, aturan desa, tidak ada perkawinan maupun pekerja anak, serta tersedianya wadah aspirasi dan data yang jelas,” ujarnya.
Arlika tak segan menyinggung persoalan yang masih menghantui desa: pernikahan dini. Menurutnya, langkah konkret harus segera diambil. “Di sini perlu juga dibentuk satgas perlindungan anak, sehingga pengaduan kekerasan atau hal lain terkait anak bisa terakomodasi,” tambahnya sambil memperlihatkan slide berisi nomor darurat yang bisa dihubungi jika ada anggota keluarga mengalami kekerasan.
Baca Juga : Mitigasi Kerawanan, Wali Kota Malang Apresiasi Sispamkota
Nada optimistis datang dari Nimas Faizah, fasilitator Forum Anak Kota Malang. Ia menuturkan bahwa forum tersebut menjadi wadah bagi anak-anak untuk belajar bersuara sekaligus memahami tanggung jawab mereka. Menurutnya, keanggotaan forum mencakup anak usia 0-20 tahun dari tiap kecamatan, yang kemudian didorong untuk lebih percaya diri menyuarakan hak-haknya dan memperoleh edukasi tentang kewajiban sebagai generasi muda.
“Anak-anak usia 0-20 tahun dari tiap kecamatan bergabung di forum ini, mereka belajar menyuarakan hak sekaligus memahami kewajiban,” jelasnya. Dengan nada bangga ia menambahkan, “Alhamdulillah di Kecamatan Poncokusumo anak-anak cukup aktif, bahkan ada yang melaju ke tingkat Jawa Timur.”
Disisi lain, Ketua PKK Desa Ngadireso, Ngatipah mengapresiasi langkah kongkrit yang diambil Tim pengabdi program Qoryah Thayyibah dari UIN Maliki Malang. Menurutnya, kehadiran para akademisi UIN Maliki Malang akan memberikan dampak positif, khususnya dalam mendorong desa Ngadireso menjadi desa yang makin ramah perempuan dan peduli anak.
“Terima kasih banyak atas kehadiran Ibu-ibu dosen dan adik-adik mahasiswa. Semoga acara ini bisa membawa manfaat untuk seluruh warga Ngadireso,” pungkasnya.